Ketua DPC PWRI Kab Tasikmalaya ; Wajib Diketahui Publik, Inilah Ciri Ciri Korupsi Dana Desa Yang Tidak Efektif Dan Transparan!!!

Tasikmalaya – Buser Trans Online. Com.

Sejumlah fakta di lapangan mengungkapkan penggunaan anggaran Dana Desa (DD) seringkali ditemukan tidak efektif dan tidak transparan. Anggaran dana yang tidak efektif ini tentunya kerapkali dikaitkan dengan kinerja dari Kepala Desa yang dinilai kurang baik.

Untuk menghindari anggaran dana desa yang tidak efektif dan terhindar dari berbagai bentuk penyimpangan tentunya membutuhkan kerjasama semua pihak. Salah satunya dengan melakukan tindak pengawasan di tingkat Desa, Kecamatan, Kabupaten bahkan instansi terkait seperti Dinas Pemberdayaan Masyarakat Desa (PMD), Inspektorat, Tim Musyawarah Pimpinan Kecamatan (MUSPIKA) yang meliputi Camat, Kapolsek dan Koramil setempat, Masyarakat dan lembaga lainnya.

Disamping itu, peran aktif media atau pers juga adalah salah satu alat kontrol sosial untuk mencari dan mengungkap fakta yang terjadi di setiap Pemerintah Pusat, Provinsi, Daerah Kabupaten/Kota sampai ditingkat Pemerintah Desa untuk membantu semua pihak termasuk pihak pemerintah membongkar adanya dugaan pengelolaan keuangan Negara termasuk Dana Desa yang fiktif serta tidak efektif dan transparan yang merugikan keuangan negara.

Sebagaimana di ungkapkan Ketua Dewan Pimpinan Cabang Persatuan Wartawan Republik Indonesia (DPC PWRI) Kabupaten Tasikmalaya Chandra Foetra S, dirinya menghimbau kepada seluruh instansi yang terkait lainnya termasuk masyarakat untuk ikut mengawal penggunaan dana desa di setiap wilayah nya masing-masing guna menghindari adanya penyimpangan penggunaan Dana Desa yang dijadikan ajang Korupsi dan sudah banyak terjadi selama ini di setiap wilayah di-Indonesia. Dirinya mengatakan, seperti yang diungkapkan oleh pihak Kementerian Desa yang dilansir dari kemendesa.go.id dan beberapa sumber lainnya, ada ciri-ciri anggaran desa yang tidak efektif dan tidak transparan, salah satunya banyak kegiatan terlambat pelaksanaanya dari jadwal, padahal anggarannya sudah tersedia. Selain itu juga tidak adanya sosialisasi terkait kegiatan kepada masyarakat, secara lengkap berikut ini ciri-ciri penggunaan anggaran desa yang tidak efektif dan tidak transparan ;

1. Tidak adanya papan proyek. Dalam setiap pelaksanaan kegiatan Dana Desa seperti di bidang pembangunan, tidak adanya papan proyek alias proyek siluman tak bertuan. Dan sudah dijelaskan dalam peraturan kepres no 80 tahun 2003 tentang pekerjaan atau proyek yang memakai dana anggaran APBD atau APBN, di wajibkan memakai papan proyek. Dan, UU, no 14 th 2008 tentang keterbukaan informasi dan publikasi.Tapi ironisnya, Peraturan yang sudah ditetapkan tersebut tidak membuat gentar para pelaku/oknum-oknum yang masih saja melanggar ketentuan-ketentuan yang sebagaimana mestinya.

2. Laporan Realisasi sama persis dengan Rencana Anggaran Biaya (RAB). Seharusnya laporan realisasi terdapat beberapa dinamika dengan rencana anggaran biaya (RAB), namun kebanyakan hampir sama persis, dan ironisnya pihak inspektorat setempat tidak menaruh rasa curiga atau melakukan cek and ricek kelapangan untuk menyesuaikan dari setiap laporan realisasi dari setiap Desa.

3. Pengurus Lembaga Desa berasal dari keluarga Kepala Desa semua. Nepotisme adalah setiap perbuatan Penyelenggara Negara secara melawan hukum yang menguntungkan kepentingan keluarganya dan atau kroninya di atas kepentingan Masyarakat, Bangsa dan Negara, hal tersebut diatur oleh Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang KKN. Menyikapi masih terdapat beberapa oknum Kepala Desa dalam menunjuk dan memilih perangkat Desanya dari ruang lingkup sanak keluarganya sendiri yang selama ini masih banyak terdapat dibeberapa Pemerintahan Desa di Kabupaten/Kota dan masih menjadi sorotan dan kuatnya dugaan Korupsi, Kolusi dan Nepotisme secara berjamaah, sedangkan Pemerintahan Desa atau Kelurahan adalah salah satu bagian dari Penyelenggara Negara yang Bersih dan Bebas Dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme.

4. Badan Permusyawaratan Desa (BPD) Mati Kiri alias pasif atau makan gaji buta. Badan Permusyawaratan Desa (BPD) dalam Permendagri No.110/2016 Tugas Badan Permusyawaratan Desa (BPD) mempunyai fungsi, membahas dan menyepakati Rancangan Peraturan Desa bersama Kepala Desa, menampung dan menyalurkan aspirasi masyarakat Desa, dan melakukan pengawasan kinerja Kepala Desa. Selain melaksanakan fungsi diatas, Badan Permusyawaratan Desa juga mempunyai tugas sebagai berikut. Tugas Badan Permusyawaratan Desa: Menggali aspirasi masyarakat, Menampung aspirasi masyarakat, Mengelola aspirasi masyarakat, Menyalurkan aspirasi masyarakat, Menyelenggarakan musyawarah Tugas Badan Permusyawaratan Desa (BPD), Menyelenggarakan musyawarah Desa, Membentuk panitia pemilihan Kepala Desa, Menyelenggarakan musyawarah Desa khusus untuk pemilihan Kepala Desa antar waktu, Membahas dan menyepakati rancangan Peraturan Desa bersama Kepala Desa, Melaksanakan pengawasan terhadap kinerja Kepala Desa, Melakukan evaluasi laporan keterangan penyelenggaraan Pemerintahan Desa, Menciptakan hubungan kerja yang harmonis dengan Pemerintah Desa dan lembaga Desa lainnya; dan melaksanakan tugas lain yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan. Namun kebanyakan masih terdapat beberapa oknum BPD yang mati kiri alias pasif atau makan gaji buta.

5. Kepala Desa memegang semua uang, bendahara hanya berfungsi di bank saja. Hal inipun masih banyak terjadi, Bendahara Desa yang seyogyanya memiliki peran penting untuk memegang keuangan Desa, namun hanya sekedar diatas namakan saja dan berfungsi pada saat pencairan di Bank saja, semua keuangan Desa dipegang sepenuhnya oleh Kepala Desa.

6. Perangkat Desa yang jujur dan vocal biasanya dipinggirkan.

7. Banyak kegiatan terlambat pelaksanaanya dari jadwal, padahal anggarannya sudah tersedia.

8. Peserta Musyawarah desa hanya sedikit. Orang yang hadir dari tahun ke tahun hanya itu-itu saja. Nah hal ini juga yang harus dipertanyakan, biasanya peserta musyawarah Desa hanya sekelompok orang yang sama tanpa melibatkan masyarakat lainnya, biasanya masyarakat yang sedikit vokal dan kritis tidak diundang.

9. Badan Usaha Milik desa (Bumdes) tidak berkembang. Masalah inipun masih banyak terjadi di setiap Desa yang menjadi suatu permasalahan selama ini, setiap tahun setiap Desa menganggarkan dana desa untuk BUMDES, namun meskipun setiap tahun dianggarkan, BUMDES tidak pernah berjalan.

10. Belanja barang atau jasa di monopoli Kepala Desa.

11. Tidak ada sosialisasi terkait kegiatan kepada masyarakat.

12. Pemerintah Desa marah jika ada yang menanyakan anggaran kegiatan dan anggaran desa. Nah hal ini yang banyak terjadi, bukan hanya kepada masyarakat saja, tapi kepada pihak media pun yang hendak mempertanyakan anggaran kegiatan dan anggaran desa, pihak Pemerintah Desa malah seolah tidak terima dan marah seolah keberatan jika dipertanyakan.

13. Dan yang terakhir adalah, Kepala desa dan perangkat desa dalam waktu singkat, mampu membeli mobil dan membangun rumah dengan harga atau biaya ratusan juta rupiah. Sumber penghasilan tidak sepadan dengan apa yang terlihat sebagai pendapatannya. Hal ini yang sangat mencolok sekali, padahal diketahui pada saat mencalonkan diri, setiap calon Kepala Desa dimintai jumlah aset kekayaan nya, namun setalah menjabat beberapa tahun sudah mampu memiliki segalanya dan sumber penghasilan tidak sepadan dengan apa yang terlihat sebagai pendapatannya sebagai Kepala Desa”. Ungkap Chandra.

Chandra pun menjelaskan, “Tindakan korupsi bukan hanya pada lingkungan atas saja atau lingkungan bawah saja, melainkan semua lingkungan, karena korupsi ranahnya luas dan menjalar. Korupsi adalah tindakan melawan hukum, karena korupsi itu sendiri menyebabkan kerugian bagi negara dan masyarakat sebagai dampak dari tindakan tersebut. Menurut saya, korupsi juga sering dianggap sebagai penyakit sosial, mengingat dampak yang korupsi ini sangat merugikan negara dan masyarakat. Menjadi penyakit sosial, permasalahannya sejajar dengan penyakit sosial lainnya, seperti perjudian, prostitusi, narkotika, dan kriminalitas. Korupsi sangatlah merugikan negara dan rakyat kecil, dapat menghambat pembangunan infrastruktur dan dapat memberikan contoh yang buruk kepada orang lain dan generasi berikutnya. Selain itu korupsi juga menghancurkan sistem perekonomian, sistem demokrasi, sistem politik, sistem hukum, sistem pemerintahan, dan tatanan sosial kemasyarakatan di negeri ini. Adapun korupsi juga telah terbukti melemahkan sumber daya, meresahkan kehidupan sosial, menggerogoti potensi negara-bangsa dan bahkan sudah menjadi masalah internasional“, paparnya. (Yana/Nandang).